Sabtu, 20 Juni 2015

MEMBANGUN CITRA PERPUSTAKAAN

Perpustakaan merupakan salah satu sarana pembelajaran yang dapat menjadi sebuah kekuatan untuk mencerdaskan bangsa. Perpustakaan mempunyai peranan penting sebagai jembatan menuju penguasaan ilmu pengetahuan yang sekaligus menjadi tempat rekreasi yang menyenangkan, menyegarkan, dan mengasyikkan. Oleh karena itu citra perpustakaan perlu dibangun agar dapat berkembang dengan baik pada era globalisasi ini. Dengan membangun citra perpustakaan yang positif, keberadaan perpustakaanakan membawa dan mengembangkan citra institusinya, baik di dalam maupun di luar lembaga induknya. Dalam mengembangkan citra, perpustakaan berusaha meningkatkan layanannya yang sesuai dengan sistem manajemen mutu (Quality Management System). Strategi yang ditawarkan untuk mengembangkan citra perpustakaan khususnya perpustakaan perguruan tinggi di Indonesia melalui 3 (tiga) pilar citra utama yaitu pertama membangun citra perpustakaan (building image), kedua meningkatkan citra pustakawan (librarian image), dan ketiga mengembangkan perpustakaan yang berbasis pada teknologi informasi dan komunikasi atau information and communication technology (ICT based). Citra merupakan seperangkat kesan atau image di dalam pikiran pemakai terhadap sesuatu objek. Sedangkan citra suatu perpustakaan dapat dikatakan sebagai suatu pandangan yang diberikan masyarakat tentang sebuah institusi perpustakaan. Misalnya Perpustakaan Universitas Airlangga dengan kekuatannya di bidang e-library, maka seorang pemakai lebih dulu akan memikirkan produk layanan apa yang dapat memenuhi kebutuhannya sebelum ia memilih produk layanan yang tersedia di perpustakaan lain. Setiap perpustakaan selalu memperoleh kesan atau image, baik yang positif maupun negatif dari berbagai pihak yang selalu berhubungan. Hal ini merupakan konsekuensi logis, mengingat dalam segala aktivitasnya perpustakaan selalu berhubungan dengan berbagai pihak, khususnya dengan pemakai perpustakaan. Jadi dengan sendirinya pihak yang berkepentingan akan selalu mengamati keberadaan perpustakaan tersebut agar tidak merugikan pemakainya. Seringkali dapat kita lihat sebagai misal bahwa pemakai perpustakaan diperlakukan dengan kasar, hal ini akan memberikan efek atau kesan negatif pada citra perpustakaan. Oleh karena itu setiap perpustakaan diharapkan mampu memberikan citra yang positif agar selalu sukses dalam berinteraksi dengan masyarakat lingkungannya. Citra yang negatif dapat memperlemah serta merusak strategi yang telah dibangun secara efektif. Sedangkan citra yang positif bisa didapatkan dengan mengkomunikasikan keunikan dan kualitas terbaik yang dimiliki perpustakaan itu kepada pemakainya. Perpustakaan merupakan salah satu sarana pembelajaran yang dapat menjadi sebuah kekuatan untuk mencerdaskan bangsa. Perpustakaan mempunyai peranan penting sebagai jembatan menuju penguasaan ilmu pengetahuan. Perpustakaan memberi kontribusi penting bagi terbukanya informasi tentang ilmu pengetahuan. Sedangkan perpustakaan perguruan tinggi merupakan jantung bagi kehidupan sivitas akademika, karena dengan adanya perpustakaan dapat diperoleh data maupun informasi yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan dan perencanaan serta dapat menyegarkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Perpustakaan harus menjadi sarana interaktif dan menjadi tempat dihasilkannya berbagai hal baru serta perlunya membangun citra perpustakaan di mata masyarakat lingkungannya. Dalam membangun citra perpustakaan disebutkan dengan 3 (tiga) pilar citra utama yaitu 1. Membangun citra perpustakaan (building image) 2. Meningkatkan citra pustakawan (librarian image), dan 3. Mengembangkan perpustakaan yang berbasis pada teknologi informasi dan komunikasi atau information and communication technology (ICT based). Dengan menerapkan strategi tiga pilar citra utama yaitu building image, librarian image, dan ICT based dalam mengembangkan perpustakaan, kita berharap perpustakaan secara bertahap mengejar ketertinggalannya dari perpustakaan di negara maju baik di tingkat Asia, Australia, Eropa, maupun Amerika, sehingga secara bertahap pula dapat menjadikan perpustakaan Indonesia bertaraf internasional. B. Meningkatkan Citra Pustakawan (LibrarianImage) Siapa pun tahu bahwa profesi pustakawan di negeri ini masih merupakan “pilihan profesi yang alternatif”, tenaga pustakawan “dipandang sebelah mata”, tenaga pengelola perpustakaan “tenaga buangan”, dan lain-lain. Walaupun kita tahu bahwa tenaga pustakawan merupakan jabatan karir dan jabatan fungsional yang telah diakui keberadaannya oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan terbitnya Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) nomor 18 tahun 1988 dan telah diperbaharui dengan SK Menpan nomor 132 tahun 2002. Melihat permasalahan tersebut di atas, mau tidak mau perpustakaan perguruan tinggi mulai berbenah dengan membekali para tenaga pengelolanya baik tenaga administratif maupun fungsional pustakawannya bersikap profesional dalam memberikan pelayanannya. Untuk dapat bersikap profesional banyak perpustakaan dilakukan pengembangan sumber daya manusia (SDM) khususnya melatih tenaga pengelola perpustakaan atau pustakawan dalam bidang layanan, komputer, bahasa Inggris, studi banding ke berbagai perpustakaan yang lebih maju, mengikutsertakan dalam seminar maupun magang di bidang ilmu perpustakaan, serta teknologi informasi dan komunikasi, dan mengikutsertakan pendidikan formal S2 bidang ilmu perpustakaan dan informasi, serta peningkatan kualitas/mutu layanannya dengan pembekalan layanan prima bagi tenaga pengelola perpustakaan/pustakawan. Dalam meningkatkan kualitas/mutu layanan para pengelola perpustakaan dalam hal ini pustakawan dituntut bersikap profesional. Untuk menjadi tenaga profesional yang perlu diperhatikan adalah kepribadian, kompetensi, dan kecakapan. Selain itu tenaga pengelola perpustakaan dituntut bersikap SMART, yaitu siap mengutamakan pelayanan, menyenangkan dan menarik dalam memberikan layanan, antusias atau bangga pada profesinya sebagai tenaga fungsional pustakawan, ramah dan menghargai pemakai perpustakaan, serta tabah di tengah kesulitan yang dihadapi. Tahun 1987 sejumlah negara telah mensahkan sebuah kesepakatan tentang standar sistem mutu internasional (International Quality System Standard) dengan seri ISO 9000. Dengan adanya peningkatan citra pustakawan (librarian image) baik melalui peningkatan kualitas diri maupun peningkatan mutu layanan yang berbasis pada standar mutu internasional (International Quality System) maka berbagai persoalan dunia perpustakaan yang dihadapi bisa ditangani. Sebab, hanya dengan sumber daya manusia (SDM) dalam hal ini tenaga pengelola perpustakaan dan tenaga fungsional pustakawan yang berkualitaslah kita bisa membangun perpustakaan yang bertaraf internasional. C. Perpustakaan Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT based) Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi atau information and comunication technology (ICT) telah membawa perubahan dalam berbagai sektor, termasuk dunia perpustakaan. Pemanfaatan information and comunication technology (ICT) sebagai sarana dalam meningkatkan kualitas layanan dan operasional telah membawa perubahan yang besar di perpustakaan. Perkembangan dari penerapan information and comunication (ICT) dapat diukur dengan telah diterapkannya/digunakannya sebagai sistem informasi manajemen (SIM) perpustakaan dan perpustakaan digital (digital library). Sistem informasi manajemen (SIM) perpustakaan merupakan pengintegrasian antara bidang pekerjaan administrasi, pengadaan, inventarisasi, katalogisasi, pengolahan, sirkulasi, statistik, pengelolaan anggota perpustakaan, dan lain-lain. Sistem ini sering dikenal juga dengan sebutan sistem otomasi perpustakaan. Digital library atau sistem perpustakaan digital merupakan konsep menggunakan internet dan teknologi informasi dalam manajemen perpustakaan. Pengembangan perpustakaan digital atau e-library bagi tenaga pengelola perpustakaan dapat membantu pekerjaan di perpustakaan melalui fungsi sistem otomasi perpustakaan, sehingga proses pengelolaan perpustakaan lebih efektif dan efisien. Fungsi sistem otomasi perpustakaan menitikberatkan pada bagaimana mengontrol sistem administrasi layanan secara otomatis/terkomputerisasi. Sedangkan bagi pengguna perpustakaan dapat membantu mencari sumber-sumber informasi yang diinginkan dengan menggunakan catalog on-line yang dapat diakses melalui intranet maupun internet, sehingga pencarian informasi dapat dilakukan kapan pun dan di mana pun ia berada membangun sistem perpustakaan digital mengikuti langkah-langkah yang disebut dengan istilah Fast Methodology yang meliputi 6 (enam) fase yaitu (1) requirement analysis phase, (2) decision analysis phase, (3) design phase, (4) construction phase, (5) implementation phase, dan (6) operation and support phase..Dengan dikembangkan perpustakaan yang berbasis pada teknologi informasi dan komunikasi (ICT based) baik dalam sistem informasi manajemen (SIM)perpustakaan maupun digital library, maka dapat memberikan kenyamanan kepada anggota perpustakaan juga memberikan kemudahan kepada tenaga pustakawan dan pengelola perpustakaan baik dalam layanan maupun pengolahan dan sekaliguskemudahan untuk menerapkan strategi-strategi pengembangan perpustakaan serta dapat meningkatkan citra dalam memberikan layanannya terhadap pemakai dilingkungannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar