Perpustakaan merupakan salah satu sarana pembelajaran yang dapat menjadi
sebuah kekuatan untuk mencerdaskan bangsa. Perpustakaan mempunyai
peranan penting sebagai jembatan menuju penguasaan ilmu pengetahuan yang
sekaligus menjadi tempat rekreasi yang menyenangkan, menyegarkan, dan
mengasyikkan. Oleh karena itu citra perpustakaan perlu dibangun agar
dapat berkembang dengan baik pada era globalisasi ini. Dengan membangun
citra perpustakaan yang positif, keberadaan perpustakaanakan membawa dan
mengembangkan citra institusinya, baik di dalam maupun di luar lembaga
induknya. Dalam mengembangkan citra, perpustakaan berusaha meningkatkan
layanannya yang sesuai dengan sistem manajemen mutu (Quality Management
System). Strategi yang ditawarkan untuk mengembangkan citra perpustakaan
khususnya perpustakaan perguruan tinggi di Indonesia melalui 3 (tiga)
pilar citra utama yaitu pertama membangun citra perpustakaan (building
image), kedua meningkatkan citra pustakawan (librarian image), dan
ketiga
mengembangkan perpustakaan yang berbasis pada teknologi informasi
dan komunikasi atau information and communication technology (ICT
based). Citra merupakan seperangkat kesan atau image di dalam pikiran
pemakai terhadap sesuatu objek. Sedangkan citra suatu perpustakaan dapat
dikatakan sebagai suatu pandangan yang diberikan masyarakat tentang
sebuah institusi perpustakaan. Misalnya Perpustakaan Universitas
Airlangga dengan kekuatannya di bidang e-library, maka seorang pemakai
lebih dulu akan memikirkan produk layanan apa yang dapat memenuhi
kebutuhannya sebelum ia memilih produk layanan yang tersedia di
perpustakaan lain. Setiap perpustakaan selalu memperoleh kesan atau
image, baik yang positif maupun negatif dari berbagai pihak yang selalu
berhubungan. Hal ini merupakan konsekuensi logis, mengingat dalam segala
aktivitasnya perpustakaan selalu berhubungan dengan berbagai pihak,
khususnya dengan pemakai perpustakaan. Jadi dengan sendirinya pihak yang
berkepentingan akan selalu mengamati keberadaan perpustakaan tersebut
agar tidak merugikan pemakainya. Seringkali dapat kita lihat sebagai
misal bahwa pemakai perpustakaan diperlakukan dengan kasar, hal ini akan
memberikan efek atau kesan negatif pada citra perpustakaan. Oleh karena
itu setiap perpustakaan diharapkan mampu memberikan citra yang positif
agar selalu sukses dalam berinteraksi dengan masyarakat lingkungannya.
Citra yang negatif dapat memperlemah serta merusak strategi yang telah
dibangun secara efektif. Sedangkan citra yang positif bisa didapatkan
dengan mengkomunikasikan keunikan dan kualitas terbaik yang dimiliki
perpustakaan itu kepada pemakainya. Perpustakaan merupakan salah satu
sarana pembelajaran yang dapat menjadi sebuah kekuatan untuk
mencerdaskan bangsa. Perpustakaan mempunyai peranan penting sebagai
jembatan menuju penguasaan ilmu pengetahuan. Perpustakaan memberi
kontribusi penting bagi terbukanya informasi tentang ilmu pengetahuan.
Sedangkan perpustakaan perguruan tinggi merupakan jantung bagi kehidupan
sivitas akademika, karena dengan adanya perpustakaan dapat diperoleh
data maupun informasi yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan
keputusan dan perencanaan serta dapat menyegarkan dan mengembangkan ilmu
pengetahuan. Perpustakaan harus menjadi sarana interaktif dan menjadi
tempat dihasilkannya berbagai hal baru serta perlunya membangun citra
perpustakaan di mata masyarakat lingkungannya. Dalam membangun citra
perpustakaan disebutkan dengan 3 (tiga) pilar citra utama yaitu 1.
Membangun citra perpustakaan (building image) 2. Meningkatkan citra
pustakawan (librarian image), dan 3. Mengembangkan perpustakaan yang
berbasis pada teknologi informasi dan komunikasi atau information and
communication technology (ICT based). Dengan menerapkan strategi tiga
pilar citra utama yaitu building image, librarian image, dan ICT based
dalam mengembangkan perpustakaan, kita berharap perpustakaan secara
bertahap mengejar ketertinggalannya dari perpustakaan di negara maju
baik di tingkat Asia, Australia, Eropa, maupun Amerika, sehingga secara
bertahap pula dapat menjadikan perpustakaan Indonesia bertaraf
internasional. B. Meningkatkan Citra Pustakawan (LibrarianImage) Siapa
pun tahu bahwa profesi pustakawan di negeri ini masih merupakan “pilihan
profesi yang alternatif”, tenaga pustakawan “dipandang sebelah mata”,
tenaga pengelola perpustakaan “tenaga buangan”, dan lain-lain. Walaupun
kita tahu bahwa tenaga pustakawan merupakan jabatan karir dan jabatan
fungsional yang telah diakui keberadaannya oleh Pemerintah Republik
Indonesia dengan terbitnya Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara (Menpan) nomor 18 tahun 1988 dan telah diperbaharui
dengan SK Menpan nomor 132 tahun 2002. Melihat permasalahan tersebut di
atas, mau tidak mau perpustakaan perguruan tinggi mulai berbenah dengan
membekali para tenaga pengelolanya baik tenaga administratif maupun
fungsional pustakawannya bersikap profesional dalam memberikan
pelayanannya. Untuk dapat bersikap profesional banyak perpustakaan
dilakukan pengembangan sumber daya manusia (SDM) khususnya melatih
tenaga pengelola perpustakaan atau pustakawan dalam bidang layanan,
komputer, bahasa Inggris, studi banding ke berbagai perpustakaan yang
lebih maju, mengikutsertakan dalam seminar maupun magang di bidang ilmu
perpustakaan, serta teknologi informasi dan komunikasi, dan
mengikutsertakan pendidikan formal S2 bidang ilmu perpustakaan dan
informasi, serta peningkatan kualitas/mutu layanannya dengan pembekalan
layanan prima bagi tenaga pengelola perpustakaan/pustakawan. Dalam
meningkatkan kualitas/mutu layanan para pengelola perpustakaan dalam hal
ini pustakawan dituntut bersikap profesional. Untuk menjadi tenaga
profesional yang perlu diperhatikan adalah kepribadian, kompetensi, dan
kecakapan. Selain itu tenaga pengelola perpustakaan dituntut bersikap
SMART, yaitu siap mengutamakan pelayanan, menyenangkan dan menarik dalam
memberikan layanan, antusias atau bangga pada profesinya sebagai tenaga
fungsional pustakawan, ramah dan menghargai pemakai perpustakaan, serta
tabah di tengah kesulitan yang dihadapi. Tahun 1987 sejumlah negara
telah mensahkan sebuah kesepakatan tentang standar sistem mutu
internasional (International Quality System Standard) dengan seri ISO
9000. Dengan adanya peningkatan citra pustakawan (librarian image) baik
melalui peningkatan kualitas diri maupun peningkatan mutu layanan yang
berbasis pada standar mutu internasional (International Quality System)
maka berbagai persoalan dunia perpustakaan yang dihadapi bisa ditangani.
Sebab, hanya dengan sumber daya manusia (SDM) dalam hal ini tenaga
pengelola perpustakaan dan tenaga fungsional pustakawan yang
berkualitaslah kita bisa membangun perpustakaan yang bertaraf
internasional. C. Perpustakaan Berbasis Teknologi Informasi dan
Komunikasi (ICT based) Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
atau information and comunication technology (ICT) telah membawa
perubahan dalam berbagai sektor, termasuk dunia perpustakaan.
Pemanfaatan information and comunication technology (ICT) sebagai sarana
dalam meningkatkan kualitas layanan dan operasional telah membawa
perubahan yang besar di perpustakaan. Perkembangan dari penerapan
information and comunication (ICT) dapat diukur dengan telah
diterapkannya/digunakannya sebagai sistem informasi manajemen (SIM)
perpustakaan dan perpustakaan digital (digital library). Sistem
informasi manajemen (SIM) perpustakaan merupakan pengintegrasian antara
bidang pekerjaan administrasi, pengadaan, inventarisasi, katalogisasi,
pengolahan, sirkulasi, statistik, pengelolaan anggota perpustakaan, dan
lain-lain. Sistem ini sering dikenal juga dengan sebutan sistem otomasi
perpustakaan. Digital library atau sistem perpustakaan digital merupakan
konsep menggunakan internet dan teknologi informasi dalam manajemen
perpustakaan. Pengembangan perpustakaan digital atau e-library bagi
tenaga pengelola perpustakaan dapat membantu pekerjaan di perpustakaan
melalui fungsi sistem otomasi perpustakaan, sehingga proses pengelolaan
perpustakaan lebih efektif dan efisien. Fungsi sistem otomasi
perpustakaan menitikberatkan pada bagaimana mengontrol sistem
administrasi layanan secara otomatis/terkomputerisasi. Sedangkan bagi
pengguna perpustakaan dapat membantu mencari sumber-sumber informasi
yang diinginkan dengan menggunakan catalog on-line yang dapat diakses
melalui intranet maupun internet, sehingga pencarian informasi dapat
dilakukan kapan pun dan di mana pun ia berada membangun sistem
perpustakaan digital mengikuti langkah-langkah yang disebut dengan
istilah Fast Methodology yang meliputi 6 (enam) fase yaitu (1)
requirement analysis phase, (2) decision analysis phase, (3) design
phase, (4) construction phase, (5) implementation phase, dan (6)
operation and support phase..Dengan dikembangkan perpustakaan yang
berbasis pada teknologi informasi dan komunikasi (ICT based) baik dalam
sistem informasi manajemen (SIM)perpustakaan maupun digital library,
maka dapat memberikan kenyamanan kepada anggota perpustakaan juga
memberikan kemudahan kepada tenaga pustakawan dan pengelola perpustakaan
baik dalam layanan maupun pengolahan dan sekaliguskemudahan untuk
menerapkan strategi-strategi pengembangan perpustakaan serta dapat
meningkatkan citra dalam memberikan layanannya terhadap pemakai
dilingkungannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar